LAPORAN
PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI
DAN PARASITOLOGI
ACARA
II
CARA
PEMERIKSAAN TELUR CACING PADA JARI-JARI TANGAN
A. TUJUAN
1.
Dapat mengetahui cara pemeriksaan telur
cacing pada jari-jari tangan.
2.
Dapat mengamati berbagai macam telur
cacing yang ada pada jari-jari tangan.
B.
DASAR
TEORI
Makanan
adalah sumber energi satu–satunya bagi kebutuhan tubuh manusia. Makanan selain
banyak mengandung nilai gizi juga merupakan media untuk dapat berkembang-biaknya
mikroba ataupun kuman-kuman terutama makanan yang sudah membusuk yaitu makanan
yang mengandung kadar air serta nilai protein yang tinggi. Kemungkinan untuk
jalan masuknya faktor pencemar lainnya seperti bahan kimia antara lain: debu,
tanah, rambut manusia yang dapat berpengaruh buruk bagi kesehatan manusia. Hal
ini tidak mungkin dikehendaki karena orang yang mengkonsumsi makanan bermaksud
untuk mendapatkan sumber energi agar tetap bertahan hidup agar tidak menjadi
sakit karenanya. Sanitasi makanan menjadi sangat penting (Slamet,2002).
Siklus
hidup parasit pada umumnya dapat dibedakan menjadi 2 tipe: Yaitu tipe langsung
dan tipe tidak langsung. Pada siklus hidup tipe langsung, parasit hanya
membutuhkan satu inang (Hospes) yaitu hospes definitif dan tidak memerlukan
hospes perantara, sedangkan parasit yang bersiklus langsung mempunyai bentuk
yang mandiri. Didalam fase bentuk mandiri tersebut parasit menyiapkan diri
untuk menghasilkan stadium infektifnya. Pada siklus hidup tidak langsung
parasit membutuhkan satu hospes definitif sebagai hospes akhir dan disamping
itu diperlukan pula satu atau lebih hospes perantara. Didalam tubuh hospes
perantara tersebut parasit tumbuh dan berkembangbiak secara aseksual menjadi
bentuk infektifnya, sedangkan didalam tubuh hospes definitif parasit tumbuh
menjadi bentuk dewasa dan berkembangbiak secara aseksual. Cara infeksi
dibedakan menjadi dua yaitu melalui mulut yang tertelan bersama makanan dan
minuman yang dikonsumsinya dan melalui kulit (Widyastuti, 1999).
Nematoda mempunyai jumlah spesies
yang terbesar diantara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Nematoda
terdiri dari beberapa spesies, yang banyak ditemukan didaerah tropis dan
tersebar diseluruh dunia. Seluruh spesies cacing ini berbentuk silindrik
(gilig), memanjang dan bilateral simetris.cacing-cacing ini berbeda-beda dalam
habitat,siklus hidup,dan hubungan hospes-habitat (host-parasite relationship).
Cacing ini bersifat uniseksual sehingga ada jenis jantan dan betina. Cacing
yang menginfeksi manusia diantaranya adalah N.americanus dan A.duodenale
sedangkan yang menginfeksi hewan (anjing/kucing) baik liar maupun
domestik adalah A.ceylanicum meskipun cacing ini dilaporkan dapat menjadi
dewasa dalam usus halus manusia dan tidak pernah menyebabkan creeping eruption,
sedangkan A.caninum dan A.braziliense tidak dapat menjadi dewasa dalam
usus halus manusia dan menyebabkan creeping eruption pada manusia (Soedarto,
1991)
Akibat utama yang ditimbulkan bila
menginfeksi manusia atau hewan adalah anemia mikrositik hipokromik, karena
Nematoda dapat menyebabkan pendarahan di usus. Perbedaan morfologi antar
spesies dapat dilihat dari bentuk rongga mulut, ada tidaknya gigi, dan bentuk
bursa kopulatriks cacing jantan. tambang tersebar luas di daerah tropis,
pencegahan tergantung pada sanitasi lingkungan, kebiasaan berdefikasi, dan
memakai alas kaki. Strongyloides stercoralis merupakan cacing Nematoda usus
yang hidup parasit pada manusia, namun dalam siklus hidupnya terdapat fase
hidup bebas di tanah. Bentuk telurnya sulit dibedakan dengan telur cacing
tambang (Gandahusada, 2006).
Penyakit kecacingan adalah penyakit
yang disebabkan oleh karena masuknya parasit (berupa cacing) ke dalam tubuh
manusia. Jenis cacing yang sering ditemukan menimbulkan infeksi adalah cacing
gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura)
dan cacing tambang (Necator americanus) yang ditularkan melalui tanah (Soil
Transmitted Helminthiasis). Penyakit kecacingan masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Infeksi cacing dapat ditemukan pada
berbagai golongan umur, namun prevalensi tertinggi ditemukan pada anak balita
dan usia SD. Dari penelitian didapatkan prevalensi penyakit cacingan sebesar
60–70%. Penelitian di beberapa kota besar di Indonesia menunjukkan, kasus
infeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides) sekitar 25–35% dan cacing
cambuk (Trichuris trichiura) 65–75%. Risiko tertinggi terutama kelompok
anak yang mempunyai kebiasaan defekasi di saluran air terbuka dan sekitar
rumah, makan tanpa cuci tangan, dan bermain - main di tanah yang tercemar telur
cacing tanpa alas kaki (Rusmanto, 2012).
Penyakit
infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi pada penduduk
didaerah tropis dan sub tropis termasuk Indonesia. Infeksi cacing usus yang
ditularkan melalui tanah disebut dengan Soil Transmitted Helminth (STH).
Penyakit yang disebabkan oleh cacing STH dapat menyebabkan gangguan penyerapan
gizi, anemia, gangguan pertumbuhan dan menurunkan kecerdasan pada anak serta penurunan
produktivitas pada orang dewasa, tetapi karena infeksi yang terjadi sering
tanpa gejala, sehingga penyakit ini kurang mendapat perhatian (Inayati, 2015).
Infeksi cacing merupakan penyakit
parasit yang endemik di Indonesia. Sebanyak 60–80% penduduk Indonesia, terutama
di daerah pedesaan menderita infeksi cacing terutama infeksi cacing perut.
Faktor tingginya infeksi ini adalah letak geografik Indonesia di daerah tropik
yang mempunyai iklim yang panas, akan tetapi lembap sehingga memungkinkan cacing
perut dapat berkembang biak dengan baik. Banyak penduduk Indonesia yang masih
berpendidikan rendah, sehingga pengetahuan tentang cara hidup sehat, cara untuk
menjaga kebersihan perorangan bagi dirinya dan kebersihan makanan dan minuman
serta cara makan belum diketahui dengan baik. Banyak keluarga yang tidak
memiliki jamban keluarga sehingga mereka membuang kotoran atau buang air besar
di tanah. Penduduk yang sangat padat lebih mempermudah penyebaran infeksi
cacing perut ini (Perdana, 2013).
Perilaku personal higiene siswa yang
menjadi faktor resiko infeksi kecacingan antara lain kebersihan kuku,
penggunaan alas kaki, dan kebiasaan cuci tangan. Kebersihan kuku memberikan
pengaruh bermakna terhadap kejadian infeksi kecacingan.mKebersihan
kuku memberikan pengaruh bermakna terhadap kejadian infeksi kecacingan. Terdapat hubungan yang signifikan
antara kebersihan kuku dengan infeksi kecacingan, dimana siswa yang memiliki
kebersihan kuku yang tidak baik berpeluang 25,186 kali terinfeksi kecacingan
dibandingkan siswa yang memiliki kebersihan kuku yang baik. Penggunaan alas
kaki juga memberikan pengaruh terhadap kejadian infeksi kecacingan, dimana
siswa yang memiliki kebiasaan penggunaan alas kaki yang tidak baik berpeluang 5,524 kali
terinfeksi kecacingan dibandingkan siswa yang memiliki kebiasaan penggunaan
alas kaki yang baik (Fitri, 2012).
C. ALAT
DAN BAHAN
ALAT :
1.
Kaca
benda (4 buah)
2.
Kaca
penutup (4 buah)
3.
Cawan
petri (4
buah)
4.
Pinset (3 buah)
5.
Kain
kasa (5cm x 5cm) (4 buah)
6.
Tabung
sentrifuse (4 buah)
7.
Pipet
dengan balon karet (4 buah)
BAHAN :
1.
Larutan
NaOH 0,25 % (32 mL)
D. CARA
KERJA
1.
Kain
kasa dicelupkan dalam cawan petri yang berisi larutan NaOH 0,25 %.
2.
Jari-jari
tangan dibersihkan dengan kain kasa yang telah dicelupkan dengan larutan NaOH
0,25%.
3.
Kain
kasa dicelupkan beberapa kali dalam cawan petri yang berisi larutan NaOH tadi
dan diperas.
4.
Larutan
NaOH 0,25% yang kotor dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse.
5.
Dipusingkan
dengan alat sentrifugasi dengan kecepatan putar 2000 rpm selama 3 menit.
6.
Cairan
supernatant di buang.
7.
Diambil
sedimen (endapan) dengan pipet.
8.
Diletakkan
pada kaca benda dan ditutup dengan kaca penutup.
9.
Diperiksa
dan diamati di bawah mikroskop.
10.
Gambar
difoto dan dicatat perbesarannya.
E. HASIL
PENGAMATAN
Kelompok
|
Nama
Cacing
|
Gambar
|
1
2
|
Larva Taenium saginata (Cacing pita)
Telur Ascaris lumbricoides (Cacing gelang)
Negatif (-)
Negatif (-)
Telur Enterobius vermicularis (Cacing kremi)
Negatif (-)
Negatif (-)
Negatif (-)
|
|
3
|
Negatif (-)
Negatif (-)
Negatif (-)
Negatif (-)
|
|
F. PEMBAHASAN
Dalam praktikum mikrobiologi dan
parasitologi acara II ini bertujuan untuk dapat mengetahui cara pemeriksaan
telur cacing pada jari-jari tangan dan dapat mengamati berbagai macam telur
cacing yang ada pada jari-jari tangan.
Pada
pemeriksaan adanya telur cacing pada praktikum ini menggunakan metode tak
langsung dengan metode pengendapan (sedimentasi). Prinsip dari metode ini
adalah supernatant diambil dan disentrifuse sehingga akan terbentuk endapan dan
supernatannya, di dalam endapan tersebut terdapat telur cacing. Sampel yang digunakan
adalah jari-jari tangan 4 anak perkelompok. Menggunakan larutan NaOH untuk
membersihkan jari-jari tangan, larutan NaOH digunakan untuk fiksasi. Kain kasa
dicelupkan dalam cawan petri yang berisi larutan NaOH 0,25 % sebanyak 8 mL per
cawan. Konsentrasi NaOH ini tidak berbahaya ataupun menimbulkan iritasi sehingga
aman untuk digunakan pada tangan. Kain kasa yang telah dicelupkan digunakan
untuk membersihkan jari-jari tangan. Jari-jari tangan dibersihkan hingga sampai
pada sela-sela jari tangan. Setelah itu kain kasa yang kotor dicelupkan kembali
pada larutan NaOH 0,25% beberapa kali dengan pinset. Pinset digunakan untuk
mencelupkan kain kasa pada larutan NaOH yang kotor. Kemudian larutan NaOH yang
kotor dimasukkan dalam tabung sentrifuse dan dipusingkan selama 3 menit dengan
kecepatan putar 2000 rpm. Tujuan disentrifugasi atau dipusingkan adalah untuk
mendapatkan endapan. Endapan tersebut berisi telur cacing.
Supernatant
(cairan) dikeluarkan dan dibuang secara hati-hati agar tidak menyebabkan
perubahan bentuk telur. Endapan atau sedimen diambil.dengan menggunakan pipet. Lalu
diletakkan pada kaca benda dan ditutup dengan kaca penutup untuk diperiksa
adanya telur cacing dibawah mikroskop.
Dari ke empat anak yang
dilakukan pengujian, hasil tiap kelompok berbeda-beda. Dari percobaan yang
dilakukan tidak semuanya menghasilkan hasil telur atau larva cacing yang
positif.
Pada kelompok 1, dari
keempat anak yang diuji terdapat 2 yang menunjukkan hasil positif telur cacing
yaitu larva Taenium saginata (cacing
pita) dan telur Ascaris lumbricoides
(cacing gelang). Dimana sisanya merupakan serabut tanaman atau kotoran yang
tidak menunjukkan bahwa itu telur ataupun larva dari cacing (dibandingkan
dengan sumber). Tidak mungkin jika di jari tangan tidak terdapat kotoran.
Sehingga hasil ini dikatakan negatif.
Penjelasan dari larva Taenium
saginata dan telur Ascaris
lumbricoides sebagai berikut :
1.
Larva Taenium saginata
(cacing pita)
Cacing pita merupakan cacing pipih dari kelas cestoda yang hidup parasit pada manusia
(inang definitif) dan inang perantaranya (hospes perantara) adalah sapi.
Termasuk filum plathyhelminthes. Ciri-ciri dari cacing pita (Taenium saginata) ini antara lain:
a. Struktur tubuh cacing pita terdiri
dari bagian ujung anterior (depan), posterior (belakang), dorsal (punggung) dan
ventral (perut).
b. Tubuhnya terdiri dari kepala yang
disebut scolex pada bagian ini terdapat alat hisap.
c. Pada hewan yang bersenjata di
kepalanya terdapat alat pengait (rostelum).
d. Pada bagian belakang tubuh disusun
oleh rangkaian segmen disebut proglotid, tiap proglotid mempunyai alat
reproduksi sendiri.
e. Hermaprodite (memiliki 2 organ
kelamin).
f. Tidak mempunyai alat pencernaan
makanan.
g. Bernapas dengan seluruh permukaan
tubuh.
h. Cacing pita ini berwarna putih
pucat, tanpa mulut, tanpa anus dan tanpa saluran pencernaan.
i.
Badannya
tidak berongga dan terdiri dari segmen-segmen berukuran 1 x 1,5 cm.
j.
Jumlah telur lebih darilebih dari
100.000 di setiap segmen.
Panjang Taenia saginata bisa
mencapai 8 meter, hampir sepanjang saluran pencernaan manusia dewasa. Taenia
saginata bisa hidup sampai 25 tahun di dalam usus inangnya.
Habitat
hidup cacing pita (Taenia saginata)
ini adalah di dalam usus halus manusia yang merupakan hospes definitifnya.
Siklus hidup cacing
ini dimulai dari terlepasnya proglotid tua bersama feses manusia. Di dalam
setiap proglotid terdapat ribuan telur yang telah dibuahi (zigot). Zigot
tersebut kemudian berkembang menjadi larva onkosfer di dalam kulit telur. Jika
telur tersebut termakan sapi saat merumput, enzim pencernaan sapi membuat telur
menetas dan melepaskan zigot yang kemudian menjadi larva. Larva Taenia saginata
terbentuk setelah 12-15 minggu. Larva onkosfer akan menembus usus masuk ke
dalam pembuluh darah atau pembuluh limfa dan akhirnya sampai di otot lurik. Di
dalam otot sapi, larva onkosfer berubah menjadi kista dan berkembang menjadi
cacing gelembung atau sisteserkus yang membentuk skoleks pada dindingnya.
Ketika daging sapi yang masih mentah atau setengah matang tersebut dimakan
manusia (kemungkinan sisteserkus masih hidup), di dalam usus manusia skoleks
tersebut akan keluar lalu menempel pada dinding usus halus, kemudian tumbuh
dewasa hingga mencapai 5 meter dalam waktu 3 bulan dan membentuk
proglotid-proglotid baru. Kemudian siklus hidupnya terulang kembali. Infeksi
terjadi jika menelan larva bentuk infektif atau menelan telur.
Kerugian
dari adanya cacing pita (Taenia saginata)
adalah infeksi oleh di dalam usus menyebabkan penyakit Taeniasis. Cara
infeksinya melalui oral karena memakan daging sapi yang mentah atau setengah
matang dan m-ngandung larva cysticercus. Di dalam usus halus, larva itu menjadi
dewasa dan dapat menyebabkan gejala gastrointestinal seperti rasa mual, nyeri
di daerah epigastrium, napsu makan menurun atau meningkat, diare atau
kadang-kadang konstipasi. Selain itu, gizi penderita bisa menjadi buruk sehingga
terjadi anemia malnutrisi. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan eosinofilia.
Semua gejala tersebut tidak spesifik bahkan sebagian besar kasus taeniasis
tidak menunjukkan gejala (asimtomatik). Cacing dewasa Taenia
saginata biasanya menyebabkan gejala klinis yang ringan, seperti sakit ulu
hati, perut merasa tidak enak, mual, muntah, diare, pusing atau gugup.
Gejala-gejala tersebut disertai dengan ditemukannya proglotid cacing yang
bergerak-gerak lewat dubur bersama dengan atau tanpa tinja. Gejala yang lebih
berat dapat terjadi, yaitu apabila proglotid masuk ke apendiks atau ileus yang
disebabkan oleh obstruksi usus oleh strobilla cacing. Dan berat badan menurun
tak menentu. Secara
umum, cacing pita ini tidak memiliki manfaat.
Cacing Taenia
saginata sering ditemukan di Negara yang penduduknya banyak makan daging
sapi atau kerbau. Cara penduduk memakan daging tersebut yaitu matang, setengah
matang atau bahkan mentah sama sekali tanpa proses pemasakan. Cara makan dan
cara memelihara ternak inilah yang kemudian menjadi berperan dalam proses
terjadinya infeksi cacing Taenia. Ternak yang dilepas di padang rumput lebih
mudah dihinggapi cacing gelembung tersebut, daripada ternak yang dipelihara dan
dirawat dengan baik di kandang secara tertutup. Pencegahan dapat dilakukan
antara lain dengan cara mendinginkan daging yang akan dikonsumsi sampai suhu
-10 derajat Celsius, iradiasi dan memasak daging sampai matang. Serta menjaga
kandang ternak agar tetap bersih.
2.
Telur
Ascaris lumbricoides (Cacing gelang)
Ascaris lumbricoides
atau cacing gelang adalah salah satu jenis cacing nematoda intestinalis dengan ukuran terbesar yang merupakan
cacing tanah yang menginfeksi manusia. Cacing Ascaris dewasa lembut dengan
warna merah muda sampai putih. Berbentuk silinder dengan meruncing di kedua
ujung cacing. Hal ini dapat mencapai hingga 35cm panjangnya, dengan betina
lebih panjang dari jantan. Ciri-ciri cacing gelang ini antara lain :
a.
Ukuran
Ascaris betina (22-35 cm) lebih besar daripada ascaris jantan (10-20 cm) dan
diameter kurang lebih 0,75 cm.
b.
Pada cacing jantan, ujung posteriornya
lancip dan melengkung ke arah ventral dan dilengkapi pepil kecil serta
dua buah spekulum berukuran 2 mm.
c.
Cacing betina posteriornya membulat dan
lurus, dan sepertiga bagian anterior tubuhnya terdapat cincin kopulasi, tubuhnya
berwarna putih sampai kuning kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan kutikula
bergaris halus.
d.
Bersifat
kosmopolit, hampir ditemukan diseluruh dunia dengan tingkat prevelensi penyakit
yang ditimbulkan 70-80%.
e.
Ascaris
betina mampu bertelur sekitar 200 ribu telur perhari dengan ukuran telur yang
sudah dibuahi lebih kecil (60x45mikron) daripada yang tidak dibuahi
(90x40mikron).
f.
Berkembangbiak
secara seksual.
g.
Pada
bagian anterior terdapat mulut yang mempunyai 3 bibir, masing-masing mempunyai
gigi tajam.
h.
Pada
bagian ventral di belakang mulut terdapat lubang ekskresi.
i.
Bernafas dengan cara melakukan
pertukaran gas oleh permukaan tubuh secara osmosis.
j.
Susunan syaraf sederhana, yaitu 2 tali
syaraf yang terdapat pada bagian dorsal dan ventral.
k.
Bersifat
parasit. Cacing ini menyebabkan penyakit askariasis (cacingan) umumnya pada
anak-anak, infeksi terjadi jika seseorang mengkonsumsi makanan/minuman yang
tercemar telur Ascaris.
Cacing
gelang mempunyai habitat di usus halus manusia sehingga disana cacing gelang
menghisap banyak nutrisi dan karena ukurannya yang besar menghambat penyerapan
nutrisi oleh usus yang lama kelamaan dapat menyebabkan anak menderita gizi
buruk. Seekor cacing gelang betina dapat menghasilkan 200.000 ribu telur per
hari. Sungguh jumlah yang sangat tidak sedikit. Telur yang dihasilkan akan
dikeluarkan bersama dengan feses, lalu apabila telur berada di tanah maka dalam
beberapa hari didalam telur akan terkandung larva.
Siklus
hidup Ascaris lumbricoides memakan waktu sekitar tiga bulan. Siklus hidup
dimulai ketika telur Ascaris lumbricoides
yang tidak sengaja tertelan. Mereka dapat diperoleh dari jari-jari kotor, air
atau makanan yang telah terkontaminasi dengan kotoran dari manusia yang
terinfeksi. Larva menetas dari telur, menembus dinding usus dan memasuki aliran
darah. Mereka berhenti di arteri paru dan tinggal di paru-paru selama dua
minggu. Setelah itu melalui dinding alveolus masuk ke rongga alveolus, lalu
naik ke trachea melalui bronchioles dan broncus. Dari trachea larva menuju ke
faring, untuk ditelan lagi. Migrasi diperlukan larva untuk berkembang menjadi
dewasa. Cacing dewasa menempel pada dinding usus halus siap untuk pembuahan.
Cacing dewasa bertahan hidup dengan makan makanan yang dicerna oleh inang
(manusia) dan hidup sampai 2 tahun. Cacing betina memproduksi sekitar 200 000 telur
mikroskopis per hari. Telur dikeluarkan bersama feses. Telur dibuahi ke tahap
infektif dalam beberapa minggu dalam kondisi yang tepat dalam tanah yang lembap
dan hangat. Telur yang tidak dibuahi tidak infektif. Telur akan matang selama
2-3 minggu. Telur sangat tahan terhadap bahan kimia, suhu ekstrim dan kondisi
kasar lain dan dapat bertahan hidup selama berbulan-bulan. Siklus akan berulang
lagi.
Cacing
gelang saat ini telah banyak dimanfaatkan untuk bahan makanan dan sebagai obat
untuk menyembuhkan suatu penyakit. Cacing gelang dapat bermanfaat sebagai
antitrombosis, melancarkan air seni (diuresis), menetralkan bisa gigitan
laba-laba, mengobati sakit malaria, membasmi cacing pita, mengobati sakit
kuning dengan perut buncit, meredakan demam dan kejang demam dan menyembuhkan
stroke. Sedangkan kerugian adanya cacing gelang (Ascaris lumbricoides) antara lain menyebabkan penyakit askariasis,
apabila hidup di usus manusia dapat mengakibatkan kekurangan karbohidrat dan
nutrisi karena cacing gelang menyerap nutrisi yang ada dalam tubuh dan
mengakibatkan sakit perut, muntah serta penyumbatan usus dan jika saat di
paru-paru cacing akan menembus sistem saluran pernafasan lalu ke tenggorokan
yang nantinya akan menyebabkan batuk-batuk.
Pada
umumnya frekuensi tertingi penyakit ini diderita oleh anak-anak sedangkan orang
dewasa frekuensinya rendah. Hal ini disebabkan oleh karena kesadaran anak-anak
akan kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupun mereka tidak berpikir sampai
ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva cacing Ascaris
misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak langsung
dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides.
Di
pedesaan
kasus ini lebih tinggi prevalensinya, hal ini terjadi karena buruknya sistem
sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja manusia
tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar. Hal ini juga terjadi
pada golongan masyarakat yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah,
sehingga memiliki kebiasaan membuang hajat (defekasi) ditanah, yang kemudian
tanah akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing
yang seterusnya akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik. Perkembangan
telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu optimal
adalah 23oC sampai 30oC. Jenis tanah liat merupakan tanah
yang sangat cocok untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan bantuan
angin maka telur cacing yang infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke
lingkungan.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan perbaikan sanitasi, menjaga kebersihan
lingkungan dan perorangan, tidak menggunakan pupuk tinja sebagai pupuk tanaman,
sebelum makan hendaknya tangan
dicuci terlebih dahulu dengan menggunkan sabun serta bagi yang mengkonsumsi
sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram
lagi dengan air hangat karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam
tanah selama bertahun-tahun, pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik
adalah sulit.
Pada kelompok 2 dari
keempat anak yang melakukan pengujian hanya terdapat 1 yang memberikan hasil
positif yaitu telur Enterobius vermicularis (Cacing kremi).
Yang lainnya menunjukkan hasil negative (bukan telur/larva cacing). Seperti
sebelumnya, gambar yang menunjukkan hasil negatif merupakan gambar serat
tumbuhan dan kotoran yang terdapat pada jari-jari tangan. Diamati dengan
perbesaran mikroskop 100 X. Penjelasan dari telur Enterobius vermicularis (Cacing kremi) yaitu :
1.
Telur
Enterobius vermicularis (Cacing
kremi)
Enterobius vermicularis lebih dikenal dengan
nama cacing kremi ini tergolong dalam takson Nemathelminthes dan kelas
Nematoda. Cacing ini merupakan parasit bagi tubuh manusia. Manusia merupakan
hospes satu-satunya dari cacing ini. Artinya cacing ini hanya dapat berkembang
biak di dalam tubuh manusia khususnya di dalam usus. Penyakit yang disebabkan
oleh cacing kremi disebut enterobiasis.
Cirri-ciri dari cacing kremi jenis ini adalah :
a. Cacing dewasa Enterobius
vermicularis berukuran kecil, berwarna putih, yang betina jauh lebih besar dari
pada yang jantan.
b. Ukuran cacing jantan 2-5 mm,
mempunyai sayap dan ekornya melingkar seperti tanda tanya. Sedangkan ukuran
cacing betina adalah 8- 13 mm x 0,4mm, cacing betina mempunyai sayap, bulbus esophagus
sangat jelas, ekornya panjang dan runcing.
c. Uterus cacing betina berbentuk
gravid melebar dan penuh dengan telur.
d. Bentuk khas dari Enterobius vermicularis dewasa
adalah tidak terdapat rongga mulut tetapi dijumpai adanya 3 buah bibir, bentuk
esofagus bulbus ganda (double bulb
oesophagus), didaerah anterior sekitar leher kutikulum cacing melebar,
pelebaran yang khas disebut sayap leher (cervical
alae).
e. Ukuran telur E. vermicularis yaitu
50 - 60 mikron x 20 - 30 mikron (rata - rata 55 x 26 mikron). Telur berbentuk
asimetris, tidak berwarna, mempunyai dinding yang tembus sinar dan salah satu
sisinya data
f. Telur berbentuk asimetris, tidak
berwarna, mempunyai dinding yang tembus sinar dan salah satu sisinya datar, didalamnya berisi massa bergranula berbentuk oval yang teratur,
kecil, atau berisi embrio cacing, suatu larva kecil yang melingkar.
Habitat
hidup cacing Enterobius vermicularis
ini adalah di sekum, usus besar dan di usus halus yang berdekatan dengan sekum.
Daur hidup cacing Enterobius vermicularis mulai dari tertelannya telur infektif sampai menjadi cacing
dewasa gravid. Cacing betina yang gravid mengandung sekitar 11.000-15.000 butir
telur, berimigrasi ke perianal pada malam hari untuk bertelur dengan cara
kontraksi uterus dan vaginanya. Telur-telur jarang di keluarkan di usus
sehingga jarang di temukan di tinja. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira
6 jam setelah di keluarkan pada suhu badan. Dalam keadaan lembab telur dapat
hidup sampai 13 hari. Cacing jantan mati setelah populasi, dan cacing betina mati
setelah bertelur. Mulai dari tertelannya telur infektif sampai menjadi cacing
dewasa gravid yang bermigrasi ke perianal dan memerlukan waktu kira-kira 2
minggu sampai 2 bulan. Cacing di usus akan bergerak menuju
anus dan bertelur di anus sehingga menyebabkan gatal pada anus (pruritus ani).
Jika digaruk dengan tangan dan tidak cuci tangan maka telur infektif tertelan
dan menetas di duodenum. Cacing dewasa di jejunum. Dapat juga melalui telur
infektif menempel pada pakaian yang
dijemur dan telur terbawa angin
lalu tertelan.
Cacing
kremi dapat menimbulkan rasa gatal (pruritus ani) mulai dari rasa gatal sampai
timbul rasa nyeri. Akibat garukan akan menimbulkan iritasi di sekitar anus,
kadang sampai terjadi perdarahan dan disertai infeksi bakteri. Keadaan ini
sering terjadi pada waktu malam hari. Hal ini akan menyebabkan gangguan tidur
pada anak–anak (insomnia) oleh karena rasa gatal, anak akan kurang tidur dan
badannya pun menjadi lemah. Nafsu makan menurun dan berat badannya berkurang. Adanya
migrasi cacing betina ke vagina, rahim dan akhirnya ke tuba fallopi dapat menimbulkan
radang saluran telur atau salpingitis. Secara umum cacing kremi (Enterobius
vermicularis)
bersifat parasit dan tidak memiliki manfaat.
Cacing
ini sebagian besar menginfeksi anak-anak, meski tak sedikit orang dewasa
terinfeksi cacing tersebut. Meskipun penyakit ini banyak di temukan pada
golongan ekonomi lemah, pasien rumah sakit jiwa, anak panti asuhan, tak jarang
mereka dari golongan ekonomi yang lebih mapan juga terinfeksi. Udara yang dingin, lembab dan
ventilasi yang jelek merupakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan telur. Pencegahan dapat
dilakukan dengan mencuci
tangan dengan sabun dan bilas dengan air bersih yang mengalir sebelum dan
setelah makan, mencuci dengan air bersih yang mengalir semua bahan makanan dan
masak dengan matang dan menjaga kebersihan rumah dan lingkungan.
Pada
kelompok 3, semua sampel (jari-jari tangan) menunjukkan hasil yang negatif.
Hasilnya bukan telur atau larva dari suatu cacing tetapi merupakan kotoran yang
terdapat pada jari tangan.
G. KESIMPULAN
Dalam praktikum ini, diperoleh 3 jenis
cacing pada jari-jari tangan yang menunjukkan hasil positif. Yaitu Larva Taenium saginata (Cacing pita), telur Ascaris lumbricoides (Cacing gelang) dan
telur Enterobius vermicularis (Cacing
kremi). Masing-masing cacing memiliki ciri-ciri, siklus hidup dan menyebabkan
penyakit yang berbeda-beda. Adanya cacing pada jari-jari tangan merupakan tanda
bahwa tidak terjaganya kebersihan tangan.
H. DAFTAR
PUSTAKA
Fitri,
J., Saam, Z., Hamidy, M.Y. 2012. Analisis Faktor-Faktor Risiko Infeksi Kecacingan
Murid Sekolah Dasar Di Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun
2012. Jurnal Ilmu Lingkungan.
Gandahusada,
S. 2006. Parasitologi Kedokteran.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Inayati, N., Tatontos, E.Y.,
Fihiruddin. 2015. Infeksi Cacing
Soil Transmitted Helminths Pada Penjual Tanaman Hias Di Bintaro Kota
Mataram. Jurnal Media Bina Ilmiah.
Volume 9, Nomor 4.
Perdana, A.S., Keman, S.
2013. Hubungan Higiene Tangan Dan Kuku Dengan Kejadian
Enterobiasis Pada Siswa Sdn Kenjeran No. 248 Kecamatan Bulak Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan.
Volume. 7, Nomor 1 : 7-13
Rusmanto,
Dwi, J Mukono. 2012. Hubungan Personal Higyene Siswa Sekolah Dasar dengan
Kejadian Kecacingan. The Indonesian Journal
of Publick Health. Vol. 8: 105-111
Slamet,
S.J. 2002. Kesehatan Lingkungan.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Soedarto. 1991. Helmintologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC
Widyastuti, Retno dkk Setyorini,
A. C. dan Purwaningsih, E. 1999. Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi.
Bogor : Puslitbang Biologi-LIPI
I.
LAMPIRAN
Mengetahui Surakata,
24 November 2015
Asisten praktikum Praktikan
( ) ( ZAHRA YUSVIDA )